"Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat.Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan." Thomas A. Edison,

"Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka; namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu tertutup tersebut terlalu lama hingga kita tidak melihat pintu lain yang telah terbuka." Alexander Graham Bell,

24 Juli 2008

10 Karakter Unik Konsumen Indonesia


Konsumen Indonesia ternyata mempunyai beberapa ciri khas dan karakter unik yang perlu dicermati dibandingkan dengan konsumen negara di Asia lainnya atau Amerika dan Eropa. Karakter ini perlu dipelajari untuk menyusun strategi pemasaran yang jitu agar mampu mendongkrak penjualan. Dengan mengerti perilaku konsumen adalah bagian strategi pemasaran yang efektif.

Chairman Frontier Consulting Group Handi Irawan mengelompokkan karakter konsumen Indonesia menjadi 10 jenis.

Karakter pertama, konsumen Indonesia mempunyai memori jangka pendek. Sebagian besar konsumen ingin memperoleh hasil atau keuntungan yang singkat dari hasil pembelian produk atau jasa.

Tengok saja, mana yang lebih banyak pasarnya antara produk penambah tenaga dan produk vitamin untuk kesehatan. Bandingkan juga antara kredit sepeda motor dan tabungan pendidikan. Jelas, produk suplemen penambah tenaga lebih menguasai pasar, begitu juga kredit sepeda motor yang lebih mendominasi.

"Karena itu, berikan pemahaman kepada konsumen mengenai keuntungan jangka pendek atau cepat. Strateginya, gunakan hadiah langsung atau promo lainnya yang mudah dipahami konsumen," ujar Handi pada seminar bertajuk 10 Karakter Unik Konsumen Indonesia, di Jakarta, belum lama ini.

Kedua, umumnya konsumen Indonesia tidak memiliki perencanaan. Karakter ini berhubungan dengan karakter pertama. Konsumen juga kurang menghargai waktu dan memiliki gaya hidup santai. Akibatnya, proses pembelian kurang efisien.

Namun, hal ini bisa dimanfaatkan dengan menerapkan strategi produk atau layanan yang mempunyai fleksibilitas tinggi. Artinya, produk itu bisa digunakan dalam berbagai situasi multifungsi. Agar cepat tertuju kepada konsumen, gunakan display mencolok.

Ketiga, konsumen Indonesia suka berkumpul, baik dengan kolega, relasi kerja, dengan keluarga, maupun dengan teman satu komunitas. Karakter ini merupakan bagian dari budaya bangsa Indonesia sejak lama sehingga akan bertahan hingga beberapa puluh tahun ke depan.

Dalam kondisi ini, biasanya teman dan kolega bisa memengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan pembelian. Cara yang efektif, tingkatkan komunikasi terhadap kelompok atau grup tempat konsumen berkumpul. Bentuklah opini yang dapat memengaruhi kelompok itu.

"Konsumen akan membeli atau menggunakan produk jasa jika teman-teman juga membeli. Jadi kelompok dan komunitas itu harus diedukasi," kata Handi.

Karakter keempat adalah gaptek alias gagap teknologi. Konsumen Indonesia lebih doyan menggunakan teknologi yang sederhana dan tidak rumit. Contohnya, perkembangan teknologi informasi dunia mendorong munculnya telepon seluler dengan beragam fasilitas mulai dari GPRS, 3G hingga teleconference.

Namun apa yang terjadi? Masyarakat Indonesia tetap menggandrungi telepon dan pesan singkat (SMS) sebagai cara komunikasi efektif. Pasar yang menggunakan teknologi simpel lebih gemuk dibandingkan dengan pasar yang selalu mengadopsi teknologi tinggi.

Cara pemasarannya, buatlah teknologi untuk tujuan fun atau hiburan, serta teknologi yang mudah digunakan dan aman. Dalam kondisi ini, menjadi pengikut kesuksesan produk lain bisa jadi pertimbangan dalam menyusun strategi.

Kelima, konsumen Indonesia lebih mengutamakan konteks, bukan konten. Konsumen Indonesia bukan masyarakat yang menyukai informasi bersifat analisis data atau perdebatan, melainkan hiburan.

Tengok saja acara talk show atau perdebatan konflik politik dibandingkan dengan talk show bertema hiburan seperti Empat Mata-nya Tukul. Peringkat yang paling tinggi tentu acara yang kedua.

Masyarakat tidak mau menggunakan banyak otak saat menonton atau baca koran. Masyarakat masih menjadikan televisi sebagai media hiburan, dan bukan informasi.

Jadi, strategi pemasaran untuk konsumen ini adalah, membuat produk dengan kemasan dan desain yang menarik atau display yang mencolok, berikan pesan-pesan yang langsung dipahami konsumen.

Fanatik asing

Karakter keenam, fanatik terhadap produk buatan luar negeri. Rasa nasionalisme bangsa Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan dengan bangsa Korsel atau Jerman yang menghargai produk sendiri. Masyarakat kurang menghargai produk asli buatan lokal karena kualitasnya sulit bersaing dengan produk asing.

Ada beberapa cara untuk mengakali konsumen dengan karakter seperti ini. Pertama,buat produk dengan simbol-simbol asing seperti membubuhkan tulisan made in dalam label produk. "Namun jangan bohongi dan menipu konsumen," kata Handi. Cara lainnya, membuat produk dengan harga premium, atau beraliansi dengan merek global.

Karakter ketujuh ,yaitu konsumen religius dan suka supranatural. Pasar bank syariah di Indonesia dalam tiga tahun terakhir terus naik signifikan. Pada dasarnya bangsa Indonesia itu manusia yang baik dan tidak suka mengolok-olok sehingga pasar ini tumbuh.

Strategi untuk konsumen ini adalah bisa bergabung dengan asosiasi keagamaan, atau memberikan label religi seperti mendaftarkan kehalalan produk. Cara terakhir, meluncurkan produk baru untuk segmen ini, karena potensi pasar religi ke depannya akan terus berkembang.

Karakter kedelapan, adalah pamer dan gengsi, ini berkaitan dengan karakter konsumen yang banyak menyukai produk asing. Kondisi ini didorong oleh masih adanya budaya feodal dan apresiasi berlebihan di tengah masyarakat.

Strateginya adalah, ciptakan produk dengan edisi terbatas, atau produk eksklusif. Bisa juga dengan memberikan layanan personal secara khusus.

Karakter kesembilan, adalah kekuatan subkultur atau budaya. Di beberapa daerah pengaruh budaya lokal masih kuat. Cara pemasaran untuk konsumen seperti ini dengan memberikan sentuhan kedaerahan, baik dalam promo produk maupun layanan. Untuk distribusi, bisa juga menggandeng distributor lokal yang lebih memahami karakter daerah setempat.

Karakter ke-10 yaitu rendahnya kesadaran terhadap lingkungan. Strateginya, posisikan konsep ramah lingkungan hanya pada level perusahaan bukan lebel produk di tingkat konsumen. Terapkan produk ramah lingkungan untuk keperluan ekspor dan pasar luar negeri saja.

Namun, karakter ini dalam beberapa tahun ke depan akan berubah seiring dengan maraknya kampanye kesadaran lingkungan dan pemanasan global sehingga harus diantisipasi.

Handi mengatakan beberapa karakter diperkirakan akan terus menguat dalam beberapa tahun ke depan sehingga bisa digunakan perencanaan dengan baik. Karakter yang terus menguat adalah suka berkumpul, suka buatan luar negeri, dan suka religi, serta suka pamer dan gengsi.

Karakter yang melemah seiring dengan perkembangan zaman adalah, memori jangka pendek, tidak memiliki perencanaan, gaptek, kedaerahan dan kesadaran lingkungan. (redaksi@bisnis.co.id)

A. Dadan Muhanda
Kontributor Bisnis Indonesia

2 komentar:

Muhammad Kurnia Bijaksana mengatakan...

artikel yang anda tulis menarik...bagus!
jangan lupa kunjungi blog saya juga yaa..
http://b-jaxana@blogspot.com

Unknown mengatakan...

terima kasih atas kunjungannya...kebetulan saya juga mensadur dari artikel...